Rabu, 04 Juli 2012

SAATNYA KITA MENJAUHI KESYIRIKAN

Oleh H. Akmal Munir, Lc, MA Sebagai seorang mukmin kita diwajibkan untuk mentauhidkan Allah SWT. Tidak mencampur adukan tauhid dengan syirik. Allah SWT menyuruh kita beribadah kepada-Nya dan melarang kita untuk berbuat syirik dalam ibadah itu. Allah menjanjikan keampunan, pahala dan surga untuk orang yang beribadah kepada Allah dengan ikhlasو jauh dari riya’ dan syirik. Sebaliknya Allah mengancam orang yang berbuat syirik dengan kesengsaraan, batalnya pahala amalan dan masuk neraka. Jika kita melihat kondisi masyarakat dan zaman kita hari ini, maka kita akan mendapati banyaknya fenomena kesyirikan dan penyimpangan tauhid. Semua itu membuat susah kita untuk mempertahankan nilai-nilai tauhid dalam keseluruhan hidup kita. Praktek kesyirikan sudah membudaya dan mendarah daging pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Praktek kesyirikan itu berada jelas dihadapan dan sekililing kita. Acara-acara TV yang kita tonton penuh dengan nuansa-nuansa syirik. Film-film dan sinetron yang diputar penuh dengan kesyirikan. Bahkan sinetron dan film-film para wali, sunan dan siaran-siaran yang berlabel agamapun dibungkus dengan hal-hal yang berbau syirik. Kita berharap dengan menonton film-film para wali, akan menambah ilmu, amal dan keimanan kita. Namun kenyataannya film-film itu justru membuat hati kita gersang dan hampa. Kita berharap dengan menonton film para wali tersebut bertambah iman dan tawakkal kepada Allah. Namun realitanya justru membuat kita terkagum-kagum dengan pribadi dan tokoh yang difilmkan dengan melupakan Allah Swt. Itu adalah gambaran sinetron dan film-film yang dianggap Islami atau bernuansa religius. Apalagi film-film yang awalnya dirancang untuk menebar kesyirikan. Media kita, baik yang elektronik maupun yang media cetak dipenuhi dengan iklan dan praktek syirik. Praktek perdukunan, meramal, dan praktek sihir difasilitasi oleh media kita. Di koran dan majalah yang beredar di tengah masyarakat kita, ditemukan banyaknya iklan syirik. Iklan-iklan tersebut menawarkan penyelesaian masalah secara instan dan cepat. Mereka menawarkan solusi keluarga, bisnis dan kesehatan dengan jimat dan mantra atau kerjasama dengan jin dan syetan. Budaya kesyirikan itu sudah cukup menghantui masyarakat kita disegala lini kehidupannya. Ada seorang teman yang bercerita ketika akan melaksanakan pesta pernikahan, dia dianjurkan untuk mencari pawang hujan, sehingga ketika acara hujan tidak turun, atau ketika hujan turun bisa diundur turunnya dengan dipindahkan ketempat lain. Keluarga pengantin perempuan dianjurkan untuk mendatangi pak dukun/orang pintar/ paranormal, meminta pertolongan mereka untuk memagari anak gadis ini sehingga tidak diganggu oleh orang yang dengki. Sang pengantin pun dimandikan dengan ritual khusus dan dipakaikan jimat-jimat di badan atau disekitar pentas dan bahkan mantra-mantra dan sesajen disekitar rumah. Setelah hamil, disamping bersyukur, sang ibu yang hamil pun merasa risau jangan-jangan anak yang dikandungnya akan diganggu oleh syetan, palasik, hantu atau orang jahat. Untuk mengamankannya, dia pun sibuk mencari dukun/orang pintar/ paranormal untuk diberikan sabuk (jimat) pengaman. Sang ibu pun diberikan jimat dan penangkal-penangkal tertentu. Ada juga yang tidak perlu datang ke dukun. Dia cukup membawa dasun tunggal (bawang putih tunggal) dalam kantongnya. Atau membawa gunting. Mereka meyakini bahwa benda-benda tersebut bisa menjaga mereka dari gangguan syetan, palasik dan mata orang jahat. Ketika anak lahir, maka di leher anak digantung jimat/tanggal atau lengannya diikat berbagai macam benang. Lagi-lagi ini berfungsi untuk menjaga anak dari gangguan syetan dan makhluk halus. Ketika Gunung Merapi meletus dan memporak porandakan perkampungan dan menyebabkan sekian banyak kematian, seharusnya masyarakat kita diajak untuk bertaubat, menyadari kesalahan diri dan bertawakkal kepada Allah. Namun yang terjadi sebaliknya, masyarakat kita diajak untuk mengagumi/mengkultuskan pribadi/tokoh yang penuh nuansa syirik. Di tengah ketidak berdayaan kita, bangsa ini diajak untuk mengagumi juru kunci/ penjaga gunung. Karena juru kuncinya sudah mati, maka pihak keraton akan mengangkat juru kunci baru. Beliau dipilih karena dialah yang paling mampu berkomunikasi dengan mahluk-mahluk halus yang ada di Gunung Merapi tersebut. Benar atau tidaknya cerita ini, saya pun kurang pasti. Namun cerita ini diriwayatkan dari mulut ke mulut, yang kalau ditinjau dari perawinya bisa mencapai ke derajat mutawatir, yang menyebabkan para periwayatnya mustahil berkumpul dalam kedustaan. Sudahlah… Deretan kesyirikan itu kalau kita sebutkan satu persatu tak akan cukup dengan beberapa lembar kertas ini. Bisa membutuhkan beribu-ribu halaman dan berjilid-jilid buku. Melalui tulisan ini, penulis ingin mengingatkan para pembaca untuk mencermati berbagai fenomena tersebut setelah itu merenungkannya, apakah hal-hal tersebut di ridhoi oleh Allah Swt atau tidak. Bisakah fenomena-fenomena tersebut dianggap tidak bertentangan dengan tauhid?. Penulis justru khawatir , jangan-jangan. musibah demi musibah yang menimpa bangsa kita ini.disebabkan oleh dosa-dosa yang kita lakukan sebagai bangsa Indonesia. Sedangkan dosa atau kezaliman yang paling besar adalah dosa syirik. Jangan-jangan musibah yang menimpa bangsa tersebut karena kita, dan pemimpin kita seolah-olah tidak perduli dengan berbagai praktek kesyirikan. Nasehat pertama Lukmanul Hakim kepada anaknya adalah supaya tidak mensyirikkan Allah Swt dengan selain-Nya dan menekankan bahwa syirik adalah kezaliman dan dosa yang paling besar. ”Dan (ingatlah) ketika Luqman berpesan kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan (mensyirikkan) Allah, sesungguhnya syirik itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar (Luqman : 13) Walau bagaimanapun kesalehan amal seseorang, jika dia berbuat syirik, kesyirikan itu akan membatalkan amalannya. Dosa syirik tak akan diampunkan oleh Allah, jika mati dalam kesyirikan itu. Pelaku kesyirikan diharamkan masuk surga dan tempatnya kekal dalam neraka. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah sungguh dia telah berbuat dosa yang besar (An-Nisa:48). Saatnya kita menyelamatkan bangsa ini, saatnya kita meninggalkan kesyirikan, bertauhid dan bertawakkal kepada Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar