Minggu, 24 Juni 2012

Budaya Tilawah dan Khatam Al-Qur’an

H. AKMAL ABDUL MUNIR, lc.,MA : Saya sering bertanya kepada jama’ah dan mahasiswa, “Sudah berapa kali khatam Al-Qur’an selama kehidupannmu?” Rata-rata mereka susah menjawabnya. Susah menjawabnya, bukan karena berkali-kali khatam Al-Qur’an, sehingga susah menghitungnya, tetapi karena jarangnya mereka membaca Al-Qur’an. Jika ibu-ibu dan bapak-bapak yang ditanya, mayoritas mereka, menjawab 2 kali. Satu kali ketika tamat MDA/TPA dulunya, dan sekali lagi ketika akad nikah. Ada pula yang menjawab, yang pertama ketika tamat MDA dan kedua kalinya ketika sunat rasul. Itupun makna khatam menurut mereka ini bukanlah khatam dari Surah Al-Fatihah sampai Surah An-Nas tetapi dari Surah Adh-Duha sampai Surah An-Nas (separuh Juz 30). Jika mahasiswa yang ditanya, mereka rata-rata menjawab baru satu kali, itupun ketika tamat MDA/TPA dulu. Mendengar jawaban itu, saya lanjutkan pertanyaan saya, kalau begitu sejak tamat MDA dulu apakah kamu tidak membaca Al-Qur’an? Ada yang menjawab, sudah jarang membacanya, Ustadz. Ada pula yang menjawab, “Saya terus membacanya, minimal satu kali satu minggu, setiap malam Jum’at saya membaca Yasin.” Kebanyakan mahasiswa menjawab bahwa mereka selalu membaca, tetapi mereka membacanya secara tidak beraturan. Setiap kali membaca Al-Qur’an, mereka membaca Al-Qur’an di halaman yang kebetulan terbuka. Mereka membaca satu atau beberapa halaman. Kemudian menutupnya begitulah seterusnya tanpa keteraturan halaman dengan tanpa ada target untuk menyelesaikan bacaan dari Surah Al-Fatihah sampai Surah An-Nas. Mendengar jawaban itu, saya menanyakan lagi, ”Tidakkah antum punya keinginan membaca Al-Qur’an dari awal sampai akhir (khatam Al-Qur’an)? Tidakkah antum ingin dikelilingi ribuan malaikat yang mendoakan kebaikan dan keselamatan untuk orang yang khatam Al-Qur’an? Untuk pertanyaan ini mereka sepakat menjawab, ”Kami mau, Ustadz”! Nampaknya, secara umum masyarakat kita belum terbiasa membaca Al-Qur’an secara sempurna atau belum membudayakan khatam Al-Qur’an. Khatam Al-Qur’an hanya untuk anak-anak kita yang akan tamat MDA/TPA. Setelah itu, mereka menaruh mushafnya di dalam lemari kaca dan disentuh di saat-saat tertentu seperti Bulan Ramadhan atau pada acara kematian. Bahkan, ada masyarakat kita yang seolah-olah mengenal Al-Qur’an untuk dibacakan pada orang yang sudah mati. Padahal, Al-Qur’an itu untuk orang yang hidup, untuk dibaca, dihafal, direnungkan isinya, diamalkan dan didakwahkan. Sangat aneh memang seorang muslim tidak bisa membaca Al-Qur’an, atau bisa membaca Al Qur’an tetapi tidak membacanya. Padahal, sangat banyak keutamaan Al-Qur’an dan membacanya yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad Saw. Dalam Surat Al-An’am, Allah Swt berfirman yang artinya: ”Ini (Al-Qur’an) adalah kitab yang telah kami turunkan dengan penuh berkah yang membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya agar engkau memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Makkah) dan orang-orang yang di sekitarnya. Orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur’an) dan mereka selalu memelihara sholatnya.” (Al -An’am [6]: 92) Untuk memompa semangat kita dalam membaca Al-Qur’an dan mengkhatamkannya, marilah kita renungkan beberapa arahan Rasulullah Saw. “Bacalah Al-Qur’an. Sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi pembacanya di hari kiamat.” (Imam Muslim dari Abu Umamah RA) “Orang yang mahir membaca Al-Qur’an bersama para malaikat yang mulia dan baik. Orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata, ia mendapat dua pahala.” (Muttafaqun ‘Alaihi dari Aisyah RA) “Tidak ada kaum yang sedang membaca, mempelajari, dan mendiskusikan Kitab Allah, kecuali para malaikat akan menaungi mereka, rahmat akan tercurah kepadanya, sakinah (kedamaian) akan turun atasnya, dan Allah akan sebutkan nama mereka kepada semua mahluk yang ada disisi-Nya.” (HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah RA) “Sesungguhnya orang yang di hatinya tidak ada sesuatupun dari Al-Qur’an, ia bagai rumah yang rusak.” (HR Imam At-Turmudzi dari Ibnu Abbas) “Hidup di bawah naungan Al-Qur’an adalah nikmat yang tak akan pernah diketahui kecuali oleh orang yang merasakannya.” (Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an, Sayyid Qutb) *Penulis adalah Naib Syeikh 1 Bidang Akademik Ma’had Al-Jami’ah, dan dosen Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau. Sekarang sedang menyelesaikan program doktoral di Universitas Maulay Ismail-Meknes-Maroko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar